WAW, DIRTJEN JENDRAL PAJAK AKAN PASANG SISTEM CRM BUAT MENJALANKAN POST AUDIT, RESTITUSI DIPERCEPAT
Dikutip
DDTCNews, “Dirtjen Jendral Pajak (DJP) akan mulai menjalankan post audit atas
pemberian fasilitas pengembalian pendahuluan pajak atau restitusi dipercepat”. DITJEN Pajak menggunakan
sistem compliance risk management (CRM) untuk melakukan
pengawasan baik dalam kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, maupun
penagihan.
Apa
sih itu CRM?
Berdasarkan
pada Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-24/PJ/2019, CRM adalah
suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan WP secara menyeluruh yang meliputi
identifikasi, pemetaan, pemodelan, dan mitigasi atas risiko kepatuhan wajib
pajak serta evaluasinya. Dengan CRM akan mudah terciptanya suatu kerangka kerja
yang sistematis, terukur, dan objektif. Dalam arti lain CRM sebagai proses
pengelolaan resiko kepatuhan WP yang dilakukan secara sistematis oleh DJP.
CRM
didesain untuk membantu DJP agar tercapainya tujuan strategis organisasi dengan
menjadi alat bantu pengambilan keputusan. Sebagai alat bantu, CRM
didesain untuk memperhatikan risiko dasar yang memengaruhi kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dari setiap WP. Pengelolaan risiko kepatuhan itu dilakukan
dengan membuat pilihan perlakuan (treatment) yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kepatuhan secara efektif sekaligus mencegah ketidakpatuhan
berdasarkan perilaku WP dan kapasitas sumber daya yang dimiliki.
Seluruh
risiko tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menganalisis risiko kepatuhan WP
berdasarkan suatu formula atau ketentuan tertentu. Hasil analisis risiko ini
kemudian diolah menjadi suatu peta kepatuhan WP yang terdiri atas tiga peta
kepatuhan berdasarkan fungsinya.
Pertama, peta kepatuhan CRM fungsi
ekstensifikasi adalah peta yang menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam
mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Peta ini disusun
berdasarkan pada tingkat kemungkinan ketidakpatuhan dan tingkat kontribusi WP
terhadap penerimaan.
Kedua, peta kepatuhan CRM fungsi
pemeriksaan dan pengawasan adalah peta yang menggambarkan risiko kepatuhan WP
dalam melakukan pelaporan, pembayaran, dan kebenaran pelaporan. Peta ini
disusun berdasarkan pada tingkat kemungkinan ketidakpatuhan dan tingkat
kontribusi WP terhadap penerimaan
Ketiga, peta kepatuhan CRM fungsi
penagihan adalah peta yang menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam melakukan
pembayaran piutang pajak. Peta ini disusun berdasarkan tingkat ketertagihan
piutang pajak, keberadaan WP dan/atau Penanggung Pajak, serta kemampuan
membayar.
Dengan
demikian, melalui CRM dapat disusun peta kepatuhan yang membuat WP
terdiferensiasi secara sistematis dan terukur berdasarkan skor dan bobot
risiko, serta objektif berdasarkan data. Selain itu, implementasi CRM merupakan
kelanjutan dari program amnesti pajak dan transparansi informasi keuangan.
Irawan
menjelaskan proses post audit untuk WP yang menikmati
fasilitas restitusi dipercepat dengan beberapa kriteria. Pertama,
sektor usaha yang jumlah restitusinya besar. Kedua, post
audit berdasarkan risiko wajib pajak itu sendiri.
Kedua
kriteria tersebut akan dikombinasikan untuk mengukur efektivitas pemberian
fasilitas restitusi dipercepat. Dengan demikian, otoritas pajak mendapat hasil
yang komprehensif terkait dampak pemberian fasilitas fiskal terhadap sektor
usaha.
Berdasarkan
data Kemenkeu, Ada empat sektor yang menikmati fasilitas restitusi. Pertama,
sektor perdagangan restitusinya tumbuh paling tinggi sebesar 32,4%. Kedua,
sektor usaha konstruksi dan real estat yang restitusinya tumbuh 23,1%. Ketiga,
sektor manufaktur yang restitusinya tumbuh 18%. Keempat, sektor
pertambangan dengan restitusi yang tumbuh sebesar 11,16% hingga akhir Desember
2019.
Referensi
Komentar
Posting Komentar