PPh Pasal 21
Menurut
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 21 atau bisa disingkat PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. Pemberi
kerja yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai;
b. Bendahara
pemerintah yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. Dana
pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
d. Badan
yang membayar honorium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. Penyelenggara
kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan.
Penghasilan
pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah
dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
Penghasilan
pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong pajak
adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak
dikenakan pemotongan yang besarnya ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Tarif
pemotongan atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU
PPh pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan
Pemerintah.
Besarnya
tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang sudah mempunyai NPWP.
Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) pemotongan PPh Pasal 21:
a. Penghasilan
Kena Pajak (PKP), yang berlaku bagi:
-
Pegawai tetap
-
Penerima pensiun
berkala
-
Pegawai tidak tetap
yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan
yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000,-
b. Jumlah
penghasilan yang melebihi Rp 450.000,-
sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang
menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 4.500.000,-
.
c. Dasar
pengenaan dan pemptongan PPh pasal 21 selanjutnya adalah 50% dari jumlah
penghasilan bruto yang yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Perdirjen Pajak No. PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan
yang tidak bersifat berkesinambungan.
d. Jumlah
penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan diatas.
Cara
menghitung PPh pasal 21 :
Penghasilan bruto 1 bulan
Gaji xxx
Tunjangan-tunjangan:
-
Uang
transportasi xxx
-
Uang makan xxx
-
Uang kesehatan xxx
-
Premi asuransi- xxx
Ditanggung
pemberi-
Kerja xxx
Penghasilan bruto 1 bulan xxx
Dikurangi:
-
Biaya Jabatan 5% xxx
(max
500.000 perbulan)
-
Iuran pension xxx
-
Iuran JHT xxx
Penghasilan neto sebulan xxx
Penghasilan neto 1 tahun = penghasilan neto 1 bulan X
12
Dikurangi:
-
Penghasilan
tidak kena pajak (PTKP) xxx
Penghasilan Kena Pajak (PKP) xxx
PPh Pasal 21 setahun = Tarif Pasal 17 x PKP
PPh Pasal 21 Sebulan
v Iuran pensiun ditanggung pemberi kerja tidak boleh
diakui sebagai penghasilan
v Tarif pasal 17:
-
Wajib Pajak
Badan, 25% dari omset kotor dikurangi biaya-biaya
-
Wajib pajak
orang pribadi =
Tarif pajak
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
5%
|
0 sampai dengan Rp 50.000.000,-
|
15%
|
Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
|
25%
|
Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
|
30%
|
Lebih dari Rp 500.000.000,-
|
Komentar
Posting Komentar