Permasalahan isu – isu audit terhadap PT. Jiwasraya
Asuransi
Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang merupakan
cikal bakal dari perusahaan asuransi jiwa milik Belanda NILLMIJ van 1859, yang
akhirnya dinasionalisasikan dan menjadi milik negara pada tahun 1960. Setelah
beberapa kali mengalami perubahan nama, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero)
merupakan satu-satunya perusahaan Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik
Indonesia (BUMN) dan saat ini merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar
di Indonesia.
Jiwasraya
memiliki beragam produk baik individu maupun grup/kumpulan dan selalu mengalami perkembangan dan
peningkatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Untuk
memberikan layanan prima bagi pemegang polisnya, saat ini Jiwasraya memiliki
Kantor Pusat Bancassurance & Strategi Aliansi, Kantor Pusat Program Manfaat
Karyawan, 14 Kantor Wilayah, 71 Kantor
Cabang, dan 494 Unit Kerja Area dengan dukungan 15 ribu agen diseluruh
Indonesia.
Kinerja dan performa perusahaan yang baik,
terbukti menghantarkan Jiwasraya mampu meraih beberapa penghargaan bergengsi di
tahun 2015 antara lain : The 1st Champion of Indonesia Original Brand SWA
Award, Infobank Insurance Award kategori Asuransi dengan kinerja SANGAT BAGUS
selama tahun 2010-2014, Top IT Implementation on Insurance Sector 2015, serta
Penghargaan Rekor MURI untuk salah satu kegiatan Corporate Social Responsibiliy
(CSR) perusahaan dalam rangka HUT Ke 156 Jiwasraya.
Permasalahan
jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-2020, gagal bayar hingga dugaan
korupsi
Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan
puncak gunung es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah
terjadi sejak tahun 2000-an. Berikut kronologi kasus Jiwasraya:
2006:
Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya
tercatat negatif Rp3,29 triliun.
2008:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan
pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi
cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar,
yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.
2010-2012:
Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3
triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta
menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh
masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan
semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.
Karenanya, pada Mei 2012, Isa
menolak permohonan perpanjangan reasuransi. Laporan keuangan Jiwasraya 2011
disebut tidak mencerminkan angka yang wajar
Pada 2012, Bapepam-LK memberikan
izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan
melalui kerja sama dengan bank (bancassurance).
Produk ini ikut menambah sakit
perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.
2014:
Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor untuk klub
sepakbola asal Inggris, Manchester City.
2017:
Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017
positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21
triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari
tahun 2016.
Perlu diketahui, sepanjang
2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS
Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.
2018:
Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan
cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.
Pada bulan yang sama, Direktur
Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo
dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan
direksi lama
Mei 2018, pemegang saham menunjuk
Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya.
Di bawah kepemimpinannya, direksi
baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.
Indikasi kejanggalan itu betul,
karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC)
atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba
sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.
Agustus 2018, Menteri BUMN Rini
Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia
juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.
Oktober-November 2018, masalah
tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan mengumumkan tidak
dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802
miliar.
Pada November, pemegang saham
menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.
Hexana mengungkap Jiwasraya
membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas
(RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26
triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun.
Akibatnya, ekuitas Jiwasraya
negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS
Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.
November 2019, Kementerian BUMN di
bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di
Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah
melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.
Kementerian BUMN juga mensinyalir
investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang
menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.
Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi
(Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan
menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.
Desember
2019: Penyidikan Kejagung terhadap kasus
dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam
berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak
menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko
Imbasnya, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan
korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya
Selain itu, Kejagung meminta
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10
nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH, BT, AS,
GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.
2020:
Hingaa saat ini kasusnya masih berlanjut dan masih diselidiki oleh kejaksaan
agung.
Referensi
Komentar
Posting Komentar