Akuntabilitas Keuangan Pengendalian Internal dan Pengelolaan Keuangan Organisasi Nirlaba
Akuntabilitas Keuangan
Pengendalian Internal dan
Pengelolaan Keuangan Organisasi Nirlaba
Sumber :http://konsillsm.or.id/wp-content/uploads/2015/02/Jurnal-02-Akuntabilitas-Art2-Eko-Kumara.pdf
Organisasi nirlaba memiliki karakteristik khusus.
Karakteristik khusus ini menimbulkan model tata
kelola keuangan yang khusus pula. Akuntabilitas keuangan
organisasi nirlaba akan bersandar pada kekuatan
sistem pengendalian internal dan kinerja
pengelolaan keuangan organisasi, yang harus dikembangkan
secara spesifik sesuai dengan karakteristik
khusus organisasi nirlaba. Penaksiran risiko dan
penentuan aktivitas pengendalian akan menjadi kunci
utama bagi pengembangan sebuah sistem pengendalian
internal. Selain itu, akuntabilitas keuangan organisasi
nirlaba juga akan sangat ditentukan oleh beberapa
faktor pendukung kinerja pengelolaan yang lain, yaitu
sumberdaya manusia, infrastruktur dan perangkat
pengelolaan keuangan. Keseluruh elemen akuntabilitas
keuangan organisasi nirlaba tersebut harus dipahami
dan dikembangkan secara sistematis, sebagai salah satu
upaya mempertahankan keberlanjutan organisasi dan
pada akhirnya, sebagai bagian dari upaya memperkuat
posisi dan peran masyarakat sipil di Indonesia.
Karakteristik Tata Kelola Keuangan
Organisasi Nirlaba
Organisasi nirlaba memiliki karakteristik
yang sangat berbeda dibandingkan
dengan organisasi bisnis. Karakteristik
khusus yang mendasari perbedaan
tersebut menurut PSAK 45
tentang Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba terutama terletak pada
cara organisasi nirlaba memperoleh
sumberdaya yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai aktivitas operasinya.
Organisasi nirlaba memperoleh
sumberdaya dari sumbangan para penyumbang
yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau pengembalian
manfaat ekonomi yang sebanding
dengan jumlah sumberdaya yang
diberikan (Ikatan Akuntan Indonesia,
2012).
Sistem Pengendalian Internal
Organisasi Nirlaba
Sistem pengendalian internal pada
dasarnya meliputi pengorganisasian,
metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, memeriksa ketelitian
dan keandalan data keuangan,
mendorong efisiensi dan
dipenuhinya kebijakan
manajemen (Mulyadi, 1993).
Atau dalam definisi yang lain,
pengendalian internal merupakan
kebijakan dan prosedur
yang melindungi harta
organisasi dari kemungkinan
penyalahgunaan, memastikan
bahwa informasi telah disajikan
secara akurat dan memastikan
bahwa peraturan telah
dipatuhi sebagaimana mestinya
(Warren & Fees, 2006).
Pada dasarnya, tingkat akuntabilitas
keuangan organisasi nirlaba akan sangat
tergantung pada seberapa jauh organisasi
mampu mengendalikan operasi
keuangan internal organisasi secara
efisien dan efektif, sesuai dengan tujuanpendirian organisasi. Pengendalian
operasi organisasi akan dibangun
berbasis sistem pengendalian internal,
yang memiliki lima komponen utama
pembentuk kerangka pengendalian, yaitu
lingkungan pengendalian, penaksiran
risiko, aktivitas pengendalian, informasi
dan komunikasi, serta pemantauan.
Kebanyakan
organisasi nirlaba
belum memiliki
jumlah personel
secara ideal pada
bagian keuangan
untuk memenuhi
persyaratan
pemisahan tugas dan
fungsi pengelolaan
keuangan
LSM masih terfokus
pada laporan
pertanggungjawaban
keuangan kepada
para penyumbang,
dan belum
sepenuhnya
mengembangkan
sistem pelaporan
keuangan organisasi
yang terkonsolidasi.
Audit kelembagaan
belum sepenuhnya
LSM lakukan dengan
alasan tidak adanya
dukungan anggaran.
Namun, terindikasi
bahwa audit
kelembagaan belum
dapat dilakukan
karena belum
mampunya LSM itu
menyajikan laporan
keuangan
konsolidasi.
secara umum atas kesenjangan kapasitas
pengelolaan keuangan yang ditemui
telah cukup diuraikan pada bagianbagian
sebelumnya. LSM membutuhkan
peningkatan kapasitas pada tiga
lapis faktor pengelolaan keuangan, baik
pada pengembangan/perbaikan sistem
keuangan, peningkatan kapasitas personel
pengelola dan juga kebutuhan
mendesak atas perangkat pencatatan
dan pelaporan keuangan organisasi.
Yang cukup menarik untuk dicatat
adalah uraian beberapa responden yang
menyatakan bahwa metode pelatihan
tidak dirasa cukup efektif dalam
memupus kesenjangan kapasitas yang
ada saat ini. Beberapa responden secara
jelas menyatakan bahwa pendampingan
harus dilakukan untuk menyertai metode
pelatihan dalam upaya meningkatkan
kapasitas personel pengelola
dalam waktu pendek dan segera. Selain
itu, aspek peningkatan kapasitas lain
yang mengemuka adalah kebutuhan
akan peningkatan pemahaman atas
kewajiban perpajakan organisasi nirlaba
dan juga tentang model pengelolaan
keuangan unit usaha dan koperasi.
Pemetaan status kapasitas pengelolaan
keuangan organisasi nirlaba di
Indonesia ini diharapkan juga dapat
sedikit banyak memberikan gambaran
mengenai transisi kelembagaan LSM
yang sedang terjadi saat ini. Akuntabilitas
pengelolaan keuangan semakin
menjadi tuntutan yang harus direspon
dengan serius, sebagai bagian dari
upaya LSM menjamin keberlanjutan
gerak organisasi. Mendorong organisasi
tetap relevan dalam situasi saat ini,
bergerak maju untuk mencapai visi
organisasi, menggalang sumberdaya keberlanjutan
organisasi dan meningkatkan
akuntabilitas kelembagaan (termasuk
di dalamnya akuntabilitas pengelolaan
keuangan); kesemuanya merupakan
tantangan aktual yang harus direspon
pada saat yang sama. Tidak
mungkin mengharapkan kesempurnaan
secara instan, mendayung perahu ke
tujuan sambil menjahit layar menjadi
pilihan terbaik untuk saat ini. Atau
dalam ungkapan Romawi, Crescit In
Cundo, organisasi masyarakat sipil
harus mampu bertumbuh selagi
berjalan
Supported by
Komentar
Posting Komentar